Minggu, 22 Mei 2011

Sebuah Surat Pernyataan Untuk FIB

Tanggal 21 Mei 2011, sehari setelah Hari Kebangkitan Nasional, saya menerima sebuah kiriman surat elektronik yang mengatasnamakan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya. Surat itu berjudul “Surat Pernyataan”. Dan isinya sangat menggelitik dan –sejujurnya- menyenangkan hati saya. Surat itu seakan-akan sebuah jawaban dari kegundahan hati saya beberapa saat ini tentang fakultas tercinta. Sebuah jawaban atas kebijakan dekanat yang cukup menggemparkan : FIB dan 5 Prodi barunya.

Surat itu berisi beberapa butir yang mungkin memang menjadi kegelisahan mahasiswa FIB selama ini. Isi surat itu adalah :


Kami yang bertanda tangan di bawah ini atas nama perwakilan Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya menyatakan bahwa :

1. Kami menolak dibukanya 5 prodi baru di Fakultas Ilmu Budaya dengan alasan :

· Fasilitas fisik dan non fisik yang ada kurang memadai

· Mahasiswa tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan pembukaan prodi baru

· Prodi pendidikan yang dibuka dirasa kurang tepat dimasukkan dalam Fakultas Ilmu Budaya

· Terhentinya pembangunan gedung baru Fakultas Ilmu Budaya

· Kualitas dan kuantitas dosen belum tercukupi

2. Kami menuntut adanya transparansi dari pihak dekanat mengenai kejelasan prosedur pengajuan proposal

3. Kami menuntut keterlibatan pihak kemahasiswaan dalam pengembangan potensi mahasiswa FIB

Demikian pernyataan ini kami buat atas dasar persetujuan bersama dan diharapkan ada tindak lanjut dari aspirasi yang disampaikan demi kebaikan dan kemajuan Fakultas Ilmu Budaya .­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­-­­


Sebuah pernyataan dari mahasiswa untuk mengkoreksi dekanat !. Ya, inilah yang sesungguhnya dibutuhkan oleh FIB yang mulai berjalan pincang karena tidak berjalannya proses ideal yang sempat saya sitir dalam tulisan saya sebelumnya : Proses Kebijakan – Proses Koreksi.

Tentu tidak perlu saya sampaikan lagi bahwa rencana pembukaan 5 Program Studi baru di FIB menuai pro dan kontra. Tidak perlu ditutupi lagi bahwa mahasiswa telah menyadari bahwa dekanat selalu menempatkan mahasiswa sebagai obyek dari kebijakan, bukan sebagai bagian dari kebijakan. Dan sudah bukan rahasia, bila mahasiswa mulai gerah dengan oknum-oknum dekanat yang terkesan menekan kreativitas dan potensi mahasiswa.

Dan mungkin, surat pernyataan ini adalah suara hati mahasiswa peduli, mahasiswa yang telah bosan dengan kepincangan fakultas tercinta. Dari surat pernyataan ini, saya melihat sebuah siluet gerakan pemuda-pemuda FIB yang merongrong kebijakan – kebijakan yang diatur bapak dan ibu yang duduk di dekanat. Sebuah alur drama kehidupan yang digambarkan Soe Hok Gie sebagai golongan muda vs. golongan tua.

Namun selembar surat pernyataan, tentu tidak akan ada gunanya tanpa sebuah tindakan nyata. Soekarno berkata, “Salah satu ciri seorang yang benar-benar revolusioner ialah satunya kata dengan perbuatan, dan satunya mulut dengan tindakan”. Surat pernyataan bukan hanya bergerak di tataran retorika saja, lalu selesai. Sebuah tindakan nyata harus dilakukan !. Dan saya sangat mengharap para aktivis mahasiswa di FIB, yang telah satu suara untuk mengkoreksi kebijakan dekanat, mewujudkan pemikirannya dengan aksi-aksi yang tentunya sejalan dengan ide mereka. Karena FIB sangat merindukan itu. FIB sangat membutuhkan itu.

Satu kata : Bergeraklah, aktivis FIB !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar