Kamis, 09 Juni 2011

Zhuge Liang, Sang Avatar

Pada awal abad ke-3 Masehi, Daratan Cina dikuasai oleh Dinasti Han yang selalu dirongrong oleh keluarga Sun di Selatan. Pada saat itu, Kekaisaran China sedang kacau karena adanya wabah yang mematikan. Tersebutlah seseorang yang berambisi untuk menjadi terhormat, bernama Liu Bei, yang juga sepupu sang Kaisar. Dalam pemberontakannya, Liu Bei berkoalisi dengan keluarga Sun untuk menjatuhkan Kekaisaran Han. Untuk menumpas musuh-musuhnya, Kaisar Han mengutus pasukannya yang dipimpin Perdana Menteri Cao Cao. Cao Cao bergerak menuju ke Selatan, basis pergerakan keluarga Sun dan Liu Bei.

Liu Bei memiliki seorang ahli strategi yang sangat cerdik, bernama Zhuge Liang. Zhuge Liang, dengan kemampuannya membaca gerak angin dan akalnya yang brilian, sangat menjadi andalan Liu Bei dan Keluarga Sun. Kondisi alam Selatan, yang sangat mengandalkan Sungai Yang-Tze, pasukan Cao Cao terlebih dahulu mengambil ancang-ancang serangan melalui angkatan lautnya, dengan pasukan yang jumlahnya jauh melebihi jumlah pasukan Selatan. Melihat keadaan yang tidak menguntungkan ini, mau tidak mau pasukan Selatan harus meladeni pasukan angkatan laut Kaisar. Namun permasalahan segera muncul, yaitu pasukan Selatan tidak memiliki persenjataan yang memadai.

Zhuge Liang kemudian berpikir sejenak sebelum menyanggupi permintaan Zhou Yu, laksamana pasukan Selatan, untuk menyediakan persenjataan. Tak tanggung-tanggung, Zhuge Liang menjanjikan 100.000 anak panah dalam waktu 3 hari. Janji ini langsung disambut gembira oleh pasukan Selatan. Dengan 100.000 anak panah, mereka pasti bisa mengimbangi kekuatan pasukan Cao Cao.

Pada hari pertama setelah janjinya, Zhuge Liang masih saja bersantai-santai. Tidak ada perintah penebangan pohon atau pembuatan anak panah untuk memenuhi janjinya. Namun para pasukan masih percaya pada kredibilitas Zhige Liang. Pada hari kedua, juga tidak banyak yang dilakukan Zhuge Liang. Pasukan Selatan mulai khawatir, apalagi jumlah armada pasukan Kaisar semakin banyak dan mengepung mereka di sepanjang sungai. Mereka mulai mempertanyakan janji Zhuge Liang.

Tepat pada pagi hari ketiga, Zhuge Liang memberi perintah pada pasukan Selatan. Namun perintah itu sangat tidak berhubungan dengan pembuatan anak panah. Perintah itu adalah untuk mengikatkan gelondongan jerami ke sisi-sisi kapal milik armada Selatan. Dengan sedikit heran, para pasukan menuruti perintah tersebut. Belum ada sedikit petunjuk pun di benak para prajurit tentang tujuan perintah itu.

Hingga keajaiban muncul pada sore hari. Kabut tebal turun di lembah Sungai Yang Tze, mengaburkan jarak pandang di daerah itu. Zhuge Liang kemudian memberi perintah keduanya, yaitu memberangkatkan kapal-kapal yang telah diselimuti jerami itu ke arah pasukan Cao Cao. Lebih mengejutkan lagi, Zhuge Liang tidak membawa banyak pasukan, kecuali para penabuh genderang. Maka berangkatlah iring-iringan kapal itu di tengah kabut tebal menuju pertahanan pasukan Cao Cao. Pada saat mereka melintasi pertahanan pasukan Kaisar, Zhuge Liang memerintahkan para pasukannya untuk menabuh genderang dengan kuat. Kontan saja pasukan Cao Cao, yang mengira ada serangan dari pasukan Selatan, melepaskan anak panah mereka ke arah suara yang terhalang oleh kabut. Setelah beberapa lama, Zhuge Liang kemudian memerintahkan pasukannya untuk kembali ke pertahanan, dengan membawa ratusan ribu panah yang menancap di gelondongan jerami yang dipasangnya di kapal. Zhuge Liang menepati janji 100.000 anak panahnya, bahkan lebih dari itu, anak panah itu adalah milik pasukan musuh.

Tidak hanya itu, kecerdikan Zhuge Liang juga digunakan untuk mengalahkan pasukan musuh tanpa berperang. Beberapa lama setelah ‘merampok’ panah musuh, Zhuge Liang mengirim agen rahasia untuk memberi masukan pada Cao Cao agar menggunakan taktik mengepung pertahanan Selatan dengan cara mengikatkan kapar-kapal pasukannya. Pada saat itu, angin bergerak dari arah belakang pasukan Cao Cao, sehingga kapal-kapal pasukannya akan dengan mudah menuju ke arah pertahanan pasukan Selatan. Terjangan panah dari pasukan Selatan juga akan dihadang oleh angin yang bertiup kencang. Usul itu diterima. Cao Cao segera memerintahkan pasukannya untuk berangkat mendekati petahanan pasukan Selatan, kemudian mengikatkan kapal-kapal, serta bersiap untuk menjadikan pertempuran di laut serasa di daratan. Kemenangan serasa sudah di genggaman, apalagi pasukan Kaisar adalah jagoan untuk perang di daratan.

Namun, Zhuge Liang, yang tentu sudah mempersiapkan segalanya hanya tersenyum melihat taktik jebakannya yang berhasil itu. Tentu saja semua sudah diperkirakan oleh Zhuge Liang, karena tiga hari kemudian angin berbalik arah. Pada malam hari yang dingin, Zhuge Liang kemudian membakar beberapa kapal perang pasukan Selatan. Kapal yang terbakar itu kemudian didorong oleh kencangnya angin menuju ke arah kapal-kapal pasukan Cao Cao. Dan kebakaran besar tak dapat dihindari. Taktik pembumihangusan itu berjalan sempurna. Pasukan Selatan yang terkepung, berhasil menang tanpa pertarungan.

Itu adalah kisah yang sangat dikenal dan dikenang oleh angkatan laut Cina, bahkan seharusnya juga dikenang oleh seluruh negara. Taktik perang Zhuge Liang adalah taktik yang menggunakan kekuatan terdahsyat di alam ini, yaitu kekuatan alam. Angin dan kabut adalah contoh kekuatan alam, yang digunakan dengan baik oleh Zhuge Liang. Kemampuannya membaca arah angin, meramalkan perubahan cuaca, serta kecerdikannya menggunakan kekuatan alam adalah legenda di sejarah perang Cina. Mungkin dialah sang Pengendali Angin yang sebenarnya.