Jumat, 25 Mei 2012

Semalam di Kota Kediri

Jam 00.30. Semoga belum telat.

Saya sangat tidak menduga bahwa acara malam itu baru selesai lewat tengah malam, padahal saya masih memiliki agenda terpisah di kota ini, yaitu menikmati malamnya. Ya, saya hanya satu malam berada di kota bernama Kediri ini, diantara agenda-agenda rapat yang sangat padat. Sementara saya punya setidaknya dua agenda 'jalan-jalan' disini, yaitu menikmati Malioboro ala Jalan Dhoho Kota Kediri dan menikmati gemerlapnya Simpang Lima Gumul pada malam hari.

Seandainya kawan saya, Laily, tidak memberi free guiding tadi pagi, mungkin saya akan melewati kota ini seperti kota-kota yang lalu : rapat, tidur, lalu rapat lagi, dan pulang. Itu saja. Tapi info-info singkat Laily membuat saya bertekad membuat malam di Kediri berbeda dengan di kota lain. Tapi apa mau dikata. Maksud hati memeluk gunung, apa daya rapat berlarut-larut, hingga sekarang jam setengah satu.

Saya dirundung galau. Besok agenda masih banyak, dan bukan hanya di Kediri. Badan saya capek, tapi hasrat saya menggebu-gebu. 'malam hari,jam 9an pas toko di jalan dhoho ud tutup,di sepanjang trotoar jalan dhoho jd lokasi kuliner pecel tumpang kdr mas,uasik deh pokok e.' Sepenggal SMS siang tadi yang semakin memompa hasrat saya untuk keluar dari hotel. Hmm, toh, cuma di depan ini.

Akhirnya saya bergegas kembali ke kamar, lalu berganti kaos. Sengaja saya tinggalkan hape dan arloji, agar tidak ada gangguan ataupun petunjuk jam. Saya ingin menikmati malam ini di pinggir jalan sepuas mungkin. Kemudian saya meninggalkan kamar dan membawa kunci berbentuk kartu ini. Beruntung kamar itu hanya untuk saya sendiri, jadi tidak akan ada yang terganggu kalau saya pulang agak pagi,hehe.

Jalan Dhoho malam itu lumayan gelap, mungkin karena seluruh toko sudah tutup semua. Digantikan oleh warung-warung dadakan misbar (gerimis bubar) yang menjual nasi goreng dan yang istimewa, pecel tumpang. Saya berjalan sebentar di sepanjang trotoar untuk melihat-lihat, hanya ingin memastikan bahwa para penjual nasi benar-benar tersebar di sepanjang jalan ini.

Saya kemudian memilih sebuah warung yang cukup ramai (bukankah ramai menandakan enak??!!). Saya langsung memesan se-pincuk nasi pecel tumpang plus paru goreng dan segelas es teh hangat. Setelah mendapat apa yang saya pesan, saya mencari posisi di sebelah bapak tua yang juga sedang menikmati malam ditemani menu makanan yang sama dengan saya. 

Kami ngobrol ringan, tentu saja dengan saya awali perkenalan khas saya, yaitu bahwa saya besar di Madura jadi kurang pandai berbahasa jawa dan hanya bisa berbahasa indonesia. Bapak itu bercerita tentang putri bungsunya yang baru menikah bulan lalu kemudian ikut suaminya ke rantau, dan juga tentang jempol kirinya yang siang tadi teriris gergaji dan dibalut perban di Puskesmas. Beliau menceritakan kisah-kisah itu dengan  nada dan suara yang cenderung riang menurut saya. Entahlah. Sepertinya saya harus belajar pada beliau tentang menikmati kehidupan.

Sedikit tentang nasi pecel tumpang khas Kediri. Jangan berharap rasanya seperti pecel di Kota Malang atau di Blitar yang cenderung manis. Pecel tumpang Kediri rasanya asin. Terus terang, saya kurang bisa menikmatinya, karena selain saya tidak suka sayur, saya juga pecinta rasa manis, jadi rasa asin kurang dapat diterima dengan baik. Apalagi itu adalah pecel !!!. Dan entah ada apa dengan kuliner kota ini, rasa teh manisnya juga cenderung manis agak asin, mirip oralit. Ahh, terkadang makanan khas tidak selalu berarti enak.

Tapi saya sungguh menikmati suasana malam di jalan ini. Seakan terjaga dalam tidur. Orang-orang datang untuk nongkrong di jalan untuk melepas beban kehidupan. Untuk sedikit beristirahat dari terik. Seakan tidur, namun terjaga, dan tentu saja, mulut mengunyah.

Tak lama, datang segerombolan pengamen. Mereka membawa gitar, biola, bass betot (bass yang ukurannya besar; contra-bass), dan conga (gendang yang dimainkan berdiri dan bagian bawahnya bolong). Lagu yang dimainkan adalah lagu Armada - Mau Dibawa Kemana. Mereka sangat piawai, dan memainkan dengan sangat merdu dan attraktif. Ahh, saya sedikit menyesal tidak membawa hape untuk merekam mereka.

Setelah agak lama ngobrol dengan bapak tua tadi, udara dingin mulai terasa. Mata saya juga sudah mulai berat. Sepertinya memang harus segera kembali ke kamar, berendam air hangat sebentar, lalu tidur lelap. Sambil melangkah, saya berpikir bahwa suatu hari nanti, saya harus kembali ke kota ini khusus untuk menikmati suasana malam di jalan ini dan juga di Simpang Lima Gumul. Ya, semoga malam ini bukan jadi kali terakhir.

Akhirnya, teruslah Bersinar Terang bahkan di kala gelap, Kota Kediri.

Senin, 14 Mei 2012

Masa-Masa Penuh Doa dan Harapan

Ternyata laki-laki.

Setelah beberapa bulan terkahir ini penasaran dengan kelamin anak pertama yang sedang di dalam kandungan istri saya, akhirnya tepat 7 bulan kami mendapat kabar gembira. Hasil USG menunjukkan adanya batang melintang di antara kedua kaki mungil bayi kami, yang menandakan bahwa kelaminnya laki-laki. Rasa syukur segera memenuhi hati dan perasaan kami. Ya, kami memang tidak mentargetkan bayi kami harus laki-laki atau perempuan. Apa saja asal sehat dan pintar. Berbakti pula tentunya. Kami selalu berpendapat, jika anak ini cowok, artinya dia akan menemani ayahnya berolahraga dan suatu saat nanti siap meneruskan semua usaha yang telah kami rintis. Jika perempuan, artinya nanti dia akan menemani mamanya masak dan akan ngomel2 setiap ayahnya mbangkong.hehehe

Segera saja kami memberitahu kabar itu kepada keempat orang tua kami (orang tua di Batu, dan orang tua di Bangkalan) serta beberapa teman dekat. Semua mengatakan bahagia, dan mengirimkan doa terbaik untuk calon jagoan kami. Ternyata, keempat orang tua kami sudah memprediksikan kalau anak ini laki-laki. Sedikit berbeda dengan pendapat pribadi saya yang sempat mengira dia adalah perempuan.

Memang beberapa minggu setelah pernikahan, saya bermimpi bertemu dengan awan yang mengatakan bahwa anak pertama saya adalah perempuan. Saya bercerita pada istri saya, dan spontan kami memikirkan nama untuk anak kami jika memang perempuan. Nama Zizi dipilih, dengan ribuan alasan yang mendorongnya. Yang pasti, kami suka nama Zizi.

Hanya, sedikit berbeda dengan mimpi saya, pada awal kehamilan ibu mertua saya bermimpi punya cucu laki-laki. Begitu pun ayah saya di Bangkalan, yang memang terkenal pahit lidah, memprediksikan bahwa anak pertama kami laki-laki. Dan mungkin prediksi yang muda-muda seperti kami tidak setepat prediksi ayah dan ibu. Terbukti, hasil USG menyatakan anak kami adalah laki-laki.

Langsung saja hari itu kami memikirkan nama bayi. Nama Aldila akan menjadi awalan, karena merupakan gabungan dari nama orang tuanya. Aldila memiliki makna Anak Lelaki Dimas dan Lisa. Setelah nama awal ketemu, lalu nama berikutnya akan ditentukan sebaik mungkin, karena nama kedua dan ketiga adalah doa kami, orang tuanya, untuk anak kami yang akan menjelajahi dunia di atas namanya sendiri. Terpikir nama Muhammad II Al-Fatih, Sultan dari Kerajaan Turki Utsmani yang berhasil memimpin pasukannya merobohkan benteng kokoh Konstantinopel demi kejayaan Islam. Nama Dzulqarnain, sang raja Macedonia, atau Dzulfiqar, pedang bermata dua milik Ali ra. juga terpikirkan.

Setelah memikirkan agak lama (sekitar dua hari), akhirnya nama panggilan Zaki kami pilih. Az-Dzaki berarti pandai atau cerdik. Dan beberapa alternatif nama lengkap pun sudah kami pikirkan, hanya tinggal menunggu waktu untuk membelai rambutnya dan membisikkan nama lengkapnya nanti setelah dia lahir di dunia.

Akhirnya, masa-masa ini adalah masa-masa yang penuh dengan doa dan harapan untuk kehadirannya. Semoga anak pertama kami ini lahir dengan selamat, dan menjadi matahari di tengah keluarga kecil kami. Tidak sabar untuk segera bertemu denganmu, Zaki.