Minggu, 25 September 2011

SAJAK PERTEMUAN MAHASISWA - FIB UB 2011

Matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit,
melihat kali coklat menjalar ke lautan,
dan mendengar dengung lebah di dalam hutan.

Lalu kini ia dua penggalah tingginya.
Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini
memeriksa keadaan.

Kita bertanya :
Kenapa kebijakan tidak selalu berguna.
Kenapa kebijakan dan kebijakan bisa berlaga.

Anda berkata “ Kami ada kebijakan “
Dan kami bertanya : “ Kebijakan untuk siapa ?”

Ya ! Ada yang jaya, ada yang terlunta.
Ada yang bertahta, ada yang terluka.
Ada yang duduk, ada yang diduduki.
Ada yang berlimpah, ada yang terkuras.

Dan kami di sini bertanya :
“Kebijakan saudara untuk siapa ?
Saudara berdiri di pihak yang mana ?”

Kenapa kebijakan dilakukan
tetapi biaya kuliah semakin mencekik leher.
Sarana aktivitas mahasiswa berubah menjadi ruang – ruang pengap.
Pertambahan program studi
hanya untuk mempertebal pemasukan segelintir penguasa.
Kerjasama-kerjasama yang dilakukan
tidak tepat untuk mahasiswa yang membutuhkan sarana belajar.

Tentu kami bertanya :
“Lantas kebijakan saudara untuk siapa ?”

Sekarang matahari, semakin tinggi.
Lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala.
Dan di dalam udara yang panas kami juga bertanya :
Kami ini dididik untuk memihak yang mana ?

Anda-anda yang menjabat di sini
akan menjadi suri tauladan,
ataukah contoh-contoh haram ?

Sebentar lagi matahari akan tenggelam.
Malam akan tiba.
Cicak-cicak berbunyi di tembok.
Dan rembulan akan berlayar.
Tetapi pertanyaan kami tidak akan mereda.
Akan hidup di dalam bermimpi.
Akan tumbuh di kebon belakang.

Dan esok hari
matahari akan terbit kembali.
Sementara hari baru menjelma.
Pertanyaan-pertanyaan kami menjadi hutan.
Atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra.

Di bawah matahari ini kami bertanya :
Ada yang menangis, ada yang mendera.
Ada yang habis, ada yang mengikis.
Dan maksud baik kami
berdiri di pihak yang mana !

Karya WS Rendra, Jakarta 1 Desember 1977. Digubah untuk mendukung perjuangan kawan-kawan aktivis Fakultas Ilmu Budaya membongkar topeng-topeng kapitalis penguasa.